Khutbah Nabi Menjelang Ramadhan |
Ditulis oleh Dewan Asatidz |
Assalamu'alaikum. Saya mau tanya Pak Ustadz, tentang hadits mengenai
khutbah Rasululloh s.a.w. menyambut bulan Romadhon bisa dilihat dalam
kitab apa? Dan siapa yang meriwayatkan? Syukron.Widy Trihantoro
Waalaikum salam w.w.
Hadist tersebut berbunyi:
وَعَن
سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ ، رَضِيَ الله عَنْهُ , قَالَ : خَطَبَنَا
رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم آخِرَ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ
فَقَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّهُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ
مُبَارَكٌ ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، فَرَضَ الله
صِيَامَهُ ، وَجَعَلَ قِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا ، فَمَنْ تَطَوَّعَ
فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا
سِوَاهُ ، وَمَنْ أَدَّى فِيهِ فَرِيضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ
فَرِيضَةً ، فَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ ،
وَهُوَ شَهْرُ الْمُوَاسَاةِ ، وَهُوَ شَهْرٌ يُزَادُ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ
فِيهِ , مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ عِتْقَ رَقَبَةٍ ، وَمَغْفِرَةً
لِذُنُوبِهِ قِيلَ : يَا رَسُولَ الله ، لَيْسَ كُلُّنَا يَجِدُ مَا
يُفَطِّرُ الصَّائِمَ ! قَالَ : يُعْطِي الله هَذَا الثَّوَابَ مَنْ
فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى مَذْقَةِ لَبَنٍ أَو ْتَمْرَةٍ ، أَوْ شَرْبَةِ
مَاءٍ ، وَمَنْ أَشْبَعَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مَغْفِرَةً لِذُنُوبِهِ ،
وَسَقَاهُ الله مِنْ حَوْضِي شَرْبَةً لاَ يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ
الْجَنَّةَ ، وَكَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أَجْرِهِ شَيْئًا ، وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ
مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ ، وَمَنْ خَفَّفَ عَنْ
مَمْلُوكِهِ فِيهِ أَعْتَقَهُ الله مِنَ النَّارِ.
Artinya:
Dari
Salman al-Farisi r.a. beliau berkata:"Rasulullah s.a.w. berkhutbah di
depan kita di hari akhir bulan Sya'ban: "Wahai manusia, telah datang
kepadamu bulan yang diberkati, di dalamnya adalam malam lebih baik dari
seribu bulan. Allah mewajibkan puasa, menjadikan sholat malam sebagai
ibadah sunnah, barang siapa melakukan kebajikan dalam satu perkara baik,
maka ia seperti telah menjalankan kewajiban pada perkara lainnya,
barang siapa melakukan satu kewajiban maka (pahalanya) seperti
menjalankan 70 kewajiban. Itu merupakan bulan kesabaran, orang sabar
berpahala sorga, itu bulan tuntunan, pada bulan itu rizqi seorang mukmin
ditambahkan, barangsiapa memberi makan orang puasa, maka pahalanya sama
dengan memerdekakan seorang budak dan menghapuskan dosa-dosanya.
Rasulullah s.a.w. ditanyai:" Wahai Rasulullah, tidak semua kita
mempunyai sesuatu untuk memberi makan orang puasa". Beliau
menjawab:"Allah memberi pahala ini kepada orang yang memberi buka puasa
walaupun hanya seteguk susu, atau sebutir kurma atau seteguk air, barang
siapa memberi makan hingga kenyang kepada orang yang berpuasa maka ia
berhak mendapatkan ampunan atas dosa-dosanya, dan Allah akan memberinya
minuman dari telagaku dengan minuman yang olehnya ia tidak akan merasa
haus hingga memasuki sorga, dan ia mendapatkan pahala seperto orang
puasa tadi tanpa kurang sedikitpun. Itu bulan yang awalnya rahmat,
tengahnya maghfirah (ampunan) dan akhirnya diselamatkan dari neraka.
Barang siapa meringankan beban budaknya pada bulan ini, maka Allah akan
menyelamatkannya dari neraka.
Hadist
tersebut diriwayatkan oleh Harist bun Usamah dan Ibnu Huzaimah dalam
kitab Sahihnya. Ibnu Huzaimah berkata, sekiranya hadist ini sahih, dari
jalurnya diriwayatkan oleh Baihaqi dan Ibnu Hayyan.
Ibnu Huzaimah meriwayatkan dengan tambahan:
و
استكثروا فيه من أربع خصال : خصلتين ترضون بهما ربكم و خصلتين لا غنى بكم
عنهما فأما الخصلتان اللتان ترضون بهما ربكم فشهادة أن لا إله إلا الله و
تستغفرونه و أما اللتان لا غنى بكم عنهما فتسألون الله الجنة و تعوذون به
من النار.
"Perbanyaklah
di dalamnya empat perkara: dua perkara engkau akan mendapatkan
keridloan Allah dan dua perkara yang engkau tidak mungkin
meninggalkannya. Dua perkara yang bertama adalah Syahadat laa ilaaha
illal laah dan meminta ampunanNya. Dua perkara yang kedua adalah meminta
sorga dan meminta perlindungan dari neraka."
A'dzami mengatakan hadist ini dlaif ada rawi Ali bin Zaid bin Jadz'an, lemah.
Ibnu
Hajar al-Haitami mengatakan dalam kitab Athraf, rawi hadist tersebut
tertumpu pada Ali bin Zaid bin Jadz'an lemah, Yusuf bin Ziyad juga
sangat lemah. Iyas juga saya tidak mengetahui rawi ini. Lihat Kanzul
Ummal (8/477).
Hukum mengamalkan hadist dlaif
Salah
satu masalah khilafiyah yang sudah lama menjadi perdebatan di anra
ulama Islam adalah masalah mengamalkan hadist dlaif. Dalam ilmu mustolah
hadist ada tiga kriteria besar hadist berdasarkan kekuatan rawinya.
Yang
pertama adalah sahih, dimana masuk di dalamnya hadist hasan (bagus).
Ibnu Solah mendefinisikan hadist sahih adalah hadist yang hadist yang
sanad atau rawinya menyambung dan diriwayatkan oleh ulama-ulama yang
terpercaya sampai Rasulullah s.a.w. Ini disepakati oleh para ulama dapat
diamalkan asalkan tidak dipertentangkan kesahihannya. Banyak hadist
sahih tapi tidak disepakati, ada sebagian ulama menilainya sahih tapi
ulama lain tidak. Umumnya hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim telah disepakati kesahihannya. Namun demikian, hadist sahih juga
ada tingkatan dan derajatnya.
Derajat hadist sahih adalah sbb:
Yang kedua adalah hadist lemah atau sering disebut hadist dlaif. Ini adalah hadist yang tidak memenuhi ketentuan sahih di atas.
Beberapa penyebab hadist sahih adalah sanad yang tidak utuh alias terputus, atau diriwayatkan oleh ulama yang buruk hafalannya.
Seperti
hadist sahih, hadist dlaif juga mempunyai tingkatan dan derajat, mulai
yang sangat lemah hingga yang agak kuat. Hadist paling lemah adalah
hadist maudlu' atau palsu. Hadist ini diyakini tidak dari Rasulullah
s.a.w. tapi dari perkataan orang yang diklaim dari Rasululllah.
Ibnu
Solah membuat kategori hadis dlaif sbb: 1)dlaif (lemah) 2) sangat lemah
3) Wahi (lebih lemah lagi) 4) munkar (diinkari sanad atau redaksinya)
5) Mudlu' (palsu).
Jenis
hadist dlaif yang terakhir yaitu maudlu' hukumnya tidak boleh diamalkan
dan tidak boleh diyakini dari Rasulullah. Demikian kesepakatan para
ulama.
Adapun
hadist dlaif yang biasa, seperti yang banyak didapati dalam kitab-kitab
hadist, para ulama berbeda pendapat mengenai hukum mengamalkannya.
Secara
umum para ulama sepakat, tidak boleh mengamalkan hadist dlaif untuk
masalah-masalah pokok agama seperti rukun Islam, halal, haram dan
ketauhidan.
Ulama
yang berpendapat boleh mengamalkan hadist dlaif untuk masalah agama
yang tidak pokok adalah Abdul Rahman bin Mahdi, Ibnu Mubarak, Ahmad bin
Hanbal. Bahkan diriwayatkan dari Ahmad bahwa kalau ada pertentangan
antara akal dan hadist dlaif maka didahulukan hadist dlaif.
Pendapat
kedua mengatakan tidak boleh sama sekali mengamalkan hadist dlaif.
Pendapat ini menganggap hadist dlaif semuanya palsu. Ini dipelopori oleh
Abu Bakar Arabi. Ulama hadist kontempoprer seperti Albani juga
cenderung ke pendapat ini. Pendapat Albani sangat dominan dan diterima
oleh kalangan pergerakan Islam Saudi Arbia, atau gerakan yang sering
menyebutkan dirinya dengan nama Salafi.
Pendapat
ketiga mengatakan boleh mengamalkan hadist dlaif untuk fadlailul a'mal
(keutamaan amal). Menurut Ibnu Solah, ini pendapat mayoritas ulama ahli
hadist dan ulama fiqih. Namun demikian Ibnu Hajar mensyaratkan ketentuan
sbb:
Contoh
amalan lain yang diperdebatkan oleh sebagian ulama karena perbedaan
dalam menilai kedlaifan dan kesahihan sebuah hadist adalah masalah
sholat tasbih. Banyak ulama yang melihat hadistnya sahih dan
mengamalkannya. Tapi ada beberapa ulama yang meyakini itu dlaif kaka
tidak mengamalkannya. Silahkan baca selenggkapnya http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1181&Itemid=1
|
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer